Selasa, 3 Oktober 2020
Kritik atas Nalar Murni; Immanuel Kant
Bagian awal dalam buku
Immanuel Kant The Critique
of Pure Reason, membahas mengenai Transcendental aesthetic
yaitu intuisi empiris atau kondisi persepsi. Transenden
yaitu berkaitan dengan objek melampaui batas pengalaman indrawi. Melalui konsep
transendental Immanuel Kant ingin mengetahui bagaimana cara mengetahui sesuatu.
Immanuel Kant mengungkapkan bahwa semua pengetahuan berawal dari pengalaman,
namun tidak berarti juga bahwa semua pengetahuan berawal dari pengalaman.
Konsep pengetahuan murni yang berusaha diungkapkankan yaitu berasal dari
pengalaman dan tidak terjadi secara langsung pada hal nyata, kemudian pada
tahap inilah posisi pengetahuan transendental berada. Dalam The Critique of Pure Reason, Immanuel Kant mengungkapkan bahwa pengetahuan murni
merupakan sumber dari semua prinsip, aturan dengan apa yang terjadi, dan
prinsip-prinsip sesuai segala sesuatu yang dapat disajikan pada objek harus
sesuai dengan aturan. Maka dari itu, matematika terdiri dari prinsip
pengetahuan murni. Menurut Immanuel Kant tidak semua pengetahuan a priori harus
transendental.
Immanuel Kant melalui
epistemologinya mengakui filsuf empiris seperti Hume mengungkapkan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman. Selain itu pemikiran Leibniz juga diakui
oleh Immanuel Kant bahwa pemikiran dan ide merupakan esensi dari pengetahuan.
Immanuel Kant juga memunculkan istilah baru untuk mendukung filsafatnya, yaitu ada sensibilitas, yang
berarti sarana kita untuk mendapatkan intuisi. Lewat intuisi tersebut kemudian
ditransfer kedalam pikiran.
Ruang dan waktu berada pada posisi di luar pengalaman. Ruang dan waktu terpisah dari pengalaman atau konsep, tetapi mereka murni intuisi. Ruang dan waktu adalah bagaimana cara kita dapat merasakan dunia. Menurut Immanuel Kant ruang dan waktu tidak dapat dipelajari. Ruang dan waktu bukanlah sebuah konsep melainkan sesuatu yang ada dalam setiap peradaban. Ruang dan waktu adalah antisipasi dari persepsi dan bukan produk abstraksi kita. Immanuel Kant melahirkan ruang dan waktu sebagai kondisi apriori. Ruang dan waktu berada pada kecenderungan kita, bukan pada objek itu sendiri. Menurut Immanuel Kant salah satu contoh perbedaan yang digarisbawahinya yaitu tentang objektivitas empiris dan subjektivitas transendental. Immanuel Kant juga berpendapat bahwa ruang dan waktu itu konkret secara empiris. Ruang dan waktu dibutuhkan seseorang untuk memperoleh pegalaman.
Tentang
konsep ruang dan waktu, Immanuel Kant melihat ruang dan waktu dengan eksposisi
meetafisik ruang dan waktu berkaitan dengan kondisi subjektif sensasi. Menurut
Immanuel Kant konsep ruang membatasi intuisi dari suatu wilayah ruang. Immanuel
Knat menulis bahwa estetika berarti menyusun dengan melihat ruang. Konsep dari
ruang tidak dapat dibedakan dari konsep ruang pada umumnya. Immanuel Kant
mendefinisikan bahwa ruang identic dengan konsep umum ruang maupun dengan
intuisi tertentu.
Geometri
biasa kita artikan sebagai salah satu cabang dari ilmu matematika yaitu geometri
merupakan pelajaran tentang ruang. Geometri bersifat a priori sintetik. Kita
dapat menentang pendapat Immanuel Kant bahwa ruang tidak sendirinya memberikan
ruang. Perkembangan geometri euklidian, dengan
perkembangan geometri tersebut kita dapat melakukan konseptualisasi ruang.
Pandangan Immanuel Kant terhadap geometri euklidian
terbatas.
Metode logika, Immanuel
Kant mengungkapkan bahwa logika berkaitan dengan pengetahuan tentang sebuah
pemahaman. Logika dibagi ke dalam tiga kategori menurut Immanuel Kant meliputi, pertama logika umum
yaitu sebuah kajian berkaitan dengan pemahaman secara paling umum yang berarti
tentang sebuah pengalaman dalam membentuk sebuah konsep. Kedua, logika khusus
adalah sebuah logika yang berkaitan dengan sebuah pengetahuan tertentu saja.
Misalnya seperti logika dalam penelitian ilmiah. Logika dijadikan metode dan
aturan dalam pada bidang tertentu. Ketiga, logika transendental yaitu berkaitan
dengan pemahaman murni tidak mengacu pada sebuah pengalaman. Oleh karena itu,
logika transendental adalah ilmu yang mempelajari tentang konsep pemikiran secara
murni.
Melalui sintesisis
konsep-konsep, Immanuel Kant memperkenalkan hasil pemikiran tentang penilaian.
Menurut Kant penilaian hanya sebuah pengetahuan berkaitan dengan objek kemudian
merupakan penurunan dari konsep. Perlu diketahui bahwa luasnya konsep yang
masuk kedalam pikiran kita
masih dibatasi oleh imajinasi. Misalnya kita bisa saja membayangkan Hulk, namun
bukan berarti Hulk ada di dalam dunia nyata. Immanuel Kant berpendapat bahwa
dunia ditafsirkan lewat akal budi.
Kategori sebagai konsep-konsep
murni berkaitan dengan pemahaman Immanuel Kant menurunkan dua belas kategori. Keduabelas
kategori tersebut tidak merujuk pada pengalaman dan bersifat murni. Konsep-konsep
tersebut menunjukkan ukuran komparatif. Kemudian kategori-kategori tersebut
juga membentuk aturan-aturan. Selanjutnya kategori-kategori diturunkan
mengunakan deduksi transendental. Jadi, kategori-kategori dibutuhkan untuk
mencapai pengetahuan. Cara kerja kategori digambarkan dalam sebuah metafora
adalah sebagai berikut, ketika ada nelayan Sulawesi menjala ikan di laut, maka
ukuran tangkapan ikan yang didapatkan akan menyesuaikan pada jala yang
digunakan saat pengangkapan. Oleh karena itu, ketika ia mendapatkan ikan yang
lebih besar bukan berarti tidak ada ikan kecil di laut Sulawesi. Hal tersebut
berkaitan juga dengan kategori yang diungkapkan oleh Immanuel Kant sebagai
kondisi yang diperlukan untuk membatasi pemahaman kita tentang dunia. Kita selalu
terperangkap pada pemikiran kategoris tentang pemahaman dunia. Akan tetapi
dunia merupakan hal yang lebih luas dari apa yang mampu kita pahami dan
pikirkan.
Tahapan pemahaman
Immanuel Kant digambarkan sebagai kemampuan intelektual yang aktif, kreatif,
dan spontan dalam membentuk sebuah konsep. Pemahaman menurut Immanuel Kant
memerlukan dua hal, yaitu konseptualisasi dan pemahaman yang menerapkan konsep
pada objek. Immanuel Kant merumuskan tiga tahapan proses memahami. Pertama,
sinopsis adalah peleburan pengalaman berbagai macam intuisi secara
bersama-sama. Kedua, imajinasi yaitu penyatuan dan pembandingan kesan-kesan
yang didapat dari sebuah pengalaman. Ketiga, pengenalan adalah representasi
dari objek pengalaman melalui konsep. Proses memahami yang teratur yaitu
melalui ketiga tahapan tersebut.
Metode yang digunakan
dalam deduksi kategori-kategori. Memperlakukan kategori-kategori sebagai
substansi merupakan pemikiran penganut rasionalisme. Kemudian kausalitas
sebagai pengetahuan bawaan merupakan dasar seluruh pengetahuan. Sedangkan Hume
berpendapat bahwa kausalitas adalah konsep yang didapatkan melalui kebiasaan.
Namun Immanuel Kant tidak sependapat dengan pemikiran filsafat tersebut.
Immanuel Kant memposisikan kategori sebagai sarana untuk mempelajari atau
memahami dunia.
Sintesis transendental
apersepsi, Immanuel Kant memilih penggunaan istilah apersepsi untuk pengalaman
yang datang secara bersamaan dengan kesadaran diri dalam kesatuan
transendental. Kant berpendapat bahwa kesatuan transendental pengalaman selalu
terjadi. Menurut Kant, substansi dan kausalitas merupakan
kategori yang tanpa kedua kategori tersebut dunia akan nampak melebihi kondisi
dalam mimpi.
Konsep-konsep
utama dalam The Critique of Pure Reason
yang digunakan Immanuel Kant penggunaan istilah estetika. Immanuel Kant
menggunakan istilah estetika yang diartikan sebagai keindahan dan seni. Istilah
estetika menunjukkan tentang persepsi yang tertangkap melalui indera secara
langsung. Immanuel Kant membedakan
istilah estetika menjadi dua, yaitu yaitu intuitif dan konseptual. Selain itu,
Immanuel Kant juga menggunakan istilah intuisi yang diartikan sebagai proses
menerima pengetahuan dari pengalaman yang didapat tanpa melalui
konseptualisasi.
Menurut
Immanuel Kant pengetahuan ada tiga, yaitu: pemahaman, penilaian, dan penalaran.
Pertama, pemahaman (understanding) berarti
untuk menghasilkan suatu konsep baru melalui pengalaman. Kedua, penilaian (judgment) berarti untuk menghasilkan
suatu nilai. Misalnya upaya penggolongan konsep pada suatu objek atau pun objek
ke dalam konsep. Kemampuan melakukan penilaian seseorang merupakan kemampuan
atau bakat yang dimiliki seseorang sejak lahir, ini dalam penilaian empiris.
Berbeda dengan penilaian transendental yaitu penilaian terhadap pemahaman kita pada
dunia. Menurut Immanuel Kant bahwa pengetahuan dalam bentuk penilaian hanya
dapat diperoleh ketika hubungan antara predikat dan subjek sintetik.
Namun,tidak dapat menjadi pengetahuan yang benar jika tidak memiliki validitas
universal. Agar sintetis, maka penilaian harus memiliki validitas universal.
Ketiga, penalaran
(reason) berarti untuk memberikan
suatu pendapat terakhir berdasarkan uraian yang sudah disampaikan atau
kesudahan pendapat.
Bagian
inti dalam buku Immanuel Kant The Critique
of Pure Reason, membahas mengenai skematisasi konsep-konsep murni tentang pemahaman.
Skematisasi yaitu upaya untuk menyederhanakan suatu gagasan-gagasan agar
menjadi sebuah opini atau pendapat. Jadi dari skematisasi Immanuel Kant dapat menyimpulkan
bahwa kategori itu ada melalui sebuah pengalaman dari kondisi yang kita
butuhkan. Dalam konsep-konsep murni tentang pemahaman Kant menyatakan bahwa
melalui skema sebuah konsep dapat mencapai eksistensinya. Skema inilah yang
kemudian dijadikan sebagai perantara dalam peneraman konsep dan skema harus
mampu untuk menghubungkan perbedaan diantara konsep intelektual yang abstrak
(lebih memerlukan pendalaman pemahaman) dengan objek inderawi (penglihatan).
Oleh karena itu, forma murni intuisi dibutuhkan untuk melaksanakan tugas ini. Forma
murni waktu dijadikan sebagai salah satu alternatif penyelesaian (memediasi)
penggolongan objek ke dalam konsep.
Selanjutnya,
Immanuel Kant dalam buku The Critique of Pure Reason
menampilkan tiga analogi yang memberikan bukti
perbedaan pandangan tentang substansi (ide kosong) dan kausalitas. Hal ini
menyebabkan terjadinya perbedaan antara rasionalisme dengan empirisme. Kaum
rasionalis dan kaum empiris berbeda pendapat terkait substansi dan kausalitas.
Menurut kaum rasionalis substansi dan kausalitas dipandang sebagai sesuatu yang
bersifat bawaan. Sedangkan menurut kaum empiris menolak pandangan bahwa
substansi dan kausalitas berada di luar pengalaman. Immanuel Kant menggunakan argumen-argumen
untuk mendefinisikan analogi, menurut Kant analogi yaitu aplikasi dari forma
murni intuisi. Analogi yang pertama yaitu prinsip keabadian substansi yang
menjelajahi permasalahan masa depan.
Immanuel
Kant dalam buku The Critique of Pure Reason
menampilkan pentingnya membuat kritik terhadap
pandangan idealisme material. Immanuel Kant memecah idealisme menjadi dua
bagian, yaitu idealisme berkeley dan idealisme castesain. Pada argumen
idealisme berkeley, Kant mampu membantah argumen tersebut dengan menunjukkan
bahwa ruang dan waktu merupakan bentuk sensibilitas. Kemudian, untuk membantah
skeptisisme Descartes, Kant berpendapat bahwa tanpa keberadaaan dunia subjek
dan objektif Cartesian tidak mampu menemui pengalaman dunia. Kritik terhadap
idealisme ini merupakan salah satu bagian penting di dalam buku The Critique of Pure Reason.
Fenomena
bagi Immnauel Kant merupakan dunia nyata yang ditangkap oleh seseorang kemudian
dikonseptualkan. Selanjutnya dapat memperluas perspektif kita ke pandangan umum
manusia, dari sudut pandang inilah seseorang mempunyai gagasan objektif. Gagasan
objektif ditingkatkan dari consensus berbagai kebudayaan dan pengetahuan yang
dimiliki seorang manusia. Pengetahuan seseorang sebenarnya terbatas pada kehidupan
sehari-hari, yaitu dunia fenomena (hal-hal yang dapat dilihat dengan panca
indra dan dapat dinilai secara ilmiah) misalnya fenomena alam. Seseorang tidak
akan mampu untuk mencapai terhadap apa yang memunculkan fenomena itu sendiri. Dalam
hal ini Kant menorah noumena merupakan
batas dari pemahaman. Namun, di luar fenomena hanya terdapat suatu dunia noumena, yang artinya ada benda dalam
diri seseorang yang tidak dapat kita tahu. Teori pengetahuan Immanuel Kant
didasarkan pada prinsip-prinsip apriori.
Noumena berbeda
dengan fenomena. Noumena merupakan
dunia yang ada pada diri sendiri dan berada di luar perspektif seseorang.
Immanuel Kant berpendapat bahwa seseorang selamanya tidak akan bisa mengetahui
dunia noumena. Hal ini karena seseorang
tidak akan dapat keluar dari perspektif tentang dunia. Immanuel Kant dalam The Critique of Pure Reason
menuliskan noumena
merupakan hal-hal nyata yang tidak dapat diketahui oleh seseorang. Secara
objektif dan secara transcendental pengetahuan fenomenal seseorang dikatakan
sesuai. Akan tetapi, hanya ada suatu dunia noumena
di luar dunia fenomena.
Akibat
dari pemikiran Immanuel Kant tentang dunia fenomena dan noumena yaitu dunia yang kita tempati ini merupakan dunia fenomena
yang terorganisasikan oleh pemikiran kita dengan mencampurkan banyak data. Jika
melihat sesuatu, maka sesuatu tersebut ada. Hal ini karena dapat disentuh dan
terorganisasikan di dalam pikiran. Contoh tersebut merupakan sebuah fenomena
bukan noumena. Immanuel Kant
mengumpamakan suatu benda dalam dirinya berada melampaui pengamatan seseorang.
Contohnya ketika mengamati fosil ammonite,
maka noumena fosil tersebut akan memberikan sebuah fenomena
pada seseorang tentang fosil ammonite. Namun,
sayangnya kita tidak dapat menyebutkan bahwa fosil ammonite ini adalah fosil ammonite pada dirinya sendiri. Karena
konsep fosil ammonite hanya terbatas
pada dunia fenomena. Immanuel Kant berpendapat dunia seseorang terbatas pada
kemampuan memahami dan mengkonseptualiasasi.
Melalui
The Critique of Pure Reason
Immanuel Kant melakukan pendalaman kondisi-kondisi
sebagai penentu kita dalam mempunyai pengetahuan. Immanuel Kant melakukan
pendalaman tentang pengetahuan dengan berlandas pada pemahaman umum. Immanuel
Kant memilah pengetahuan menjadi beberama, diantaranya: pernyataan bersifat
analitik, pernyataan bersifat tidak analitik, pernyataan disebut benar secara a
priori, pernyataan disebut benar secara a posteriori.
Immanuel
Kant berpendapat bahwa belajar filsafat akan lebih menarik apabila dihadapkan
dengan masalah a priori sintetik. Namun, pendapat Immanuel Kant ini
bertentangan dengan aliran empirisme David Hume yang menolak berbagai macam
bentuk pandangan yang membenarkan a priori sintetik. Menurut Immanuel Kant a
priori sintetik merupakan sesuatu yang fundamental, karena merupakan bagian
dari keutuhan nalar. Dari sinilah terlihat kekhasan pemikiran Immanuel Kant
yang disebut sebagai Revolusi Copernicus dalam bangunan filsafat.
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen : Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Terima kasih infonya kak. Sangat membantu😊👍
BalasHapusAlhamdulillah kak jika blog ini membantu :)
HapusMateri nya cukup luas bias menambah wawasan
BalasHapusAlhamdulillah kak jika blog ini membantu menambah wawasan :)
HapusMateri nya cukup luas bisa
BalasHapusmenambah wawasan
alhamdulillah, iyaa kak..
HapusTulisanya sangat mengspirasi. Lnjutkan perjuangan.
BalasHapusbaikk siappp..
Hapus
BalasHapusWah bisa menambah wawasan
Alhamdulillah kak jika blog ini bisa menambah wawasan :)
HapusSangat menambah wawasan saya, terima kasih
BalasHapusalhamdulillah, sama-sama kak..
HapusSangat menginsoirasi dan menyadarkan diri saya untuk terus memperbaiki diri lebih baik lagi
BalasHapusalhamdulillah..
HapusIlmunya sangat bermanfaat. Terimakasih
BalasHapusiyaa sama-sama kak..
HapusIlmunya sangat bermanfaat. Terimakasih
BalasHapusiyaa sama-sama kak..
HapusTerima kasih informasinya rul
BalasHapusiyaa sama-sama..
HapusMantab
BalasHapusalhamdulillah
HapusSangat bermanfaat. Terimakasih kak
BalasHapusalhamdulillah, sama-sama..
HapusTerima kasih sudah menjadi sumber rujukan saya sebagai referensi
BalasHapusiyaa sama-sama..
HapusKeren kak..
BalasHapusalhamdulillah, terima kasih..
HapusMenjadi refrensi tambahan, terimakasih kak..
BalasHapusalhamdulillah, sama-sama..
HapusMantab.. sangat bermanfaat mba ruli ilmunya🙏
BalasHapusAlhamdulillah jika blog ini membantu :)
Hapus